Surga Mungil Bagi Ikan dan Burung


Kini ikan dan burung di seluruh dunia dapat bersorak gembira. Syaratnya, mereka hanya perlu tinggal di antara Pulau Hawaii dan Fiji. Lho?

Tapi, Anda akan kecele setengah mati bila menganggap ‘promosi’ ini hanya isapan jempol belaka. Faktanya, di antara dua pulau tersebut memang terhampar sebuah surga mungil bernama Phoenix Islands Protected Area (PIPA) yang diperuntukkan bagi ikan dan burung.

Terletak di wilayah negara pulau Kiribati, PIPA merupakan zona cagar alam hayati laut terbesar ketiga di dunia yang telah berdiri sejak dua tahun lalu. PIPA memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat unik, alami, dan belum banyak tersentuh tangan manusia.

Menteri Lingkungan Hidup Kiribati, Tetapo Nakara menjelaskan, keberadaan PIPA sebagai cagar alam hayati laut terbesar ketiga di dunia diharapkan mampu menarik lebih banyak wisatawan untuk berkunjung ke Kiribati. “Bahkan, kami punya cita-cita menjadikan PIPA sebagai cagar alam hayati laut terbesar di dunia,” imbuhnya.

Tapi, pernyataan tersebut bukannya tak beralasan. Saat ini saja, visi menjadikan PIPA sebagai cagar alam hayati laut terbesar di dunia sudah mulai diwujudkan. Pihak Kiribati siap mengucurkan dana untuk melakukan perluasan wilayah hingga dua kalinya. ”Akhir tahun ini, kami mengharapkan total luas wilayah 425.300 kilometer persegi akan segera terwujud,” ujar Nakara. (abc/bambang)

Bintang Besar di Laut Biru


Menyaksikan bintang di langit mungkin sudah biasa. Melihat bintang jatuh pun bukan hal aneh lagi. Tapi kalau sampai menemukan bintang laut raksasa, pastinya itu luar biasa.

Sadie Mills (kiri) mengakui dirinya memang sempat ketakutan saat pertama kali berjumpa dengan bintang laut terbesar di dunia. ”Benar. Saya sama terkejutnya dengan Anda ketika pertama kali melihat bintang laut sebesar ini,” ujarnya sambil menunjukkan hewan yang memiliki panjang 60 cm itu, 15 Februari 2008 lalu.

Pernyataan Mills sedikit berbeda dengan rekannya, Niki Davey (kanan) yang mengaku benar-benar beruntung menjadi salah satu orang yang pertama menemukan hewan tersebut.”Ini adalah penemuan penting dalam sejarah kelautan dunia. Tentunya saya sangat senang telah mengambil bagian dalam hal ini,” jelasnya.

Baik Mills maupun Davey adalah sukarelawan yang tergabung dalam kegiatan yang digalang oleh National Institute of Water and Atmospheric Research (NIWAR), Selandia Baru. Sepanjang Februari hingga Maret 2008, mereka dan sukarelawan lainnya secara aktif melakukan sensus keanekaragaman hayati laut di Antartika.

Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung program International Polar Year and Census of Antarctic Marine Life itu berakhir pada 26 Maret 2008. Dengan total waktu 35 hari, para sukarelawan telah berhasil melakukan sensus pada 30.000 hewan laut di wilayah itu. Selain tentunya menemukan bintang laut raksasa untuk pertama kali. (abc/bambang)

Fosil Utuh Monster Tertua


Siapa bilang sebuah tambang minyak hanya mampu mengundang para penambang yang tertarik pada minyak? Nyatanya, di Kanada, para ahli purbakala berbondong-bondong mendatangi sebuah tambang minyak demi harta terpendam yang ada di dalamnya. Tapi jangan salah, harta yang dimaksud bukanlah minyak. Melainkan sebuah fosil monster purba menakjubkan.

Kisah ini berawal dari penggalian yang dilakukan perusahaan pertambangan Syncrude di sebuah tambang minyak di Provinsi Alberta, Kanada pada 1994. Ketika penggalian mencapai kedalaman 60 meter, alih-alih menemukan sumber minyak baru, para pekerja malah dikejutkan oleh penemuan sebuah ‘kuburan’ dengan panjang 2, 6 meter.

Namun ternyata itu bukan ‘kuburan’ biasa, di dalamnya teronggok sebuah fosil utuh monster laut tertua yang pernah ditemukan dalam sejarah. Bisa ditebak, para ahli purbakala yang melakukan identifikasi pun segera dibuat tercengang oleh fosil yang akhirnya diberi nama Nichollsia borealis ini.

Ada dua alasan mengapa fosil yang kini menghuni Museum Royal Tyrrell di Drumheller, Alberta ini layak disebut penemuan hebat. Pertama karena ini kali pertama sebuah fosil hewan purba ditemukan dalam keadaan utuh. Kedua adalah munculnya teori bahwa hewan ini kemungkinan besar merupakan nenek moyang dari spesies Plesiosaurus.

“Plesiosaurus adalah predator tangguh yang pernah menjelajahi lautan pada zaman Cretaceous, sekitar 205-65 juta tahun lalu. Bila ternyata hewan ini adalah nenek moyangnya, ini benar-benar penemuan hebat!” jelas Patrick Druckenmiller, ahli purbakala dari Universitas Calgary yang bersama rekannya, Anthony Russell terus melakukan penelitian pada fosil sang monster. (nationalgeographic/bambang)

Ikan Muka Rata dari Maluku


Bagi Anda yang gemar menyelam di laut Maluku, Indonesia, pastinya tak pernah sadar kalau selama ini acara menyelam Anda kerap diamati mahluk aneh yang lihai bersembunyi di balik batuan karang. Namun Anda tak perlu heran, karena keberadaan mahluk ini memang baru ’ketahuan’ awal Januari 2008 lalu.

”Ternyata ia telah ada di sini sejak berabad-abad lampau. Bentuknya yang aneh membuatnya selalu luput dari mata para penyelam,” ujar operator penyelaman setempat, Randolph Shorten menanggapi temuan di wilayahnya.

Ted Pietsch, ilmuwan asal Universitas Washington, Amerika Serikat adalah orang pertama yang berhasil menemukan dan mengabadikan foto sang mahluk. Menurutnya, mahluk yang ditengarai sebagai jenis ikan baru ini memiliki keunikan luar biasa yang belum pernah ditemukan pada ikan lain.

Wajah si ikan yang rata membuat kedua matanya terletak di depan seperti halnya sepasang mata manusia. Selain itu, gerakannya pun terbilang aneh. Sirip dadanya yang mirip kaki membuatnya lebih banyak ‘merangkak’ seperti penyu daripada berenang layaknya ikan.

Tapi dijelaskan Pietsch, untuk urusan menangkap mangsa ikan ini sebenarnya cukup lihai. Bentuknya yang mirip bunga karang kerap membuat ikan kecil malah mendatanginya. ”Ikan-ikan kecil umumnya mendekatinya untuk mencari makanan. Tapi bukannya menemukan makanan, malah mereka yang dijadikan makanan,” ujar Pietsch yang sampai saat ini belum memutuskan nama bagi temuannya itu. (nationalgeographic/bambang)

Penampakan Sang Pembunuh


Pepatah ‘sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat pasti jatuh juga’ kiranya tepat ditujukan pada paus putih pembunuh dari Alaska. Karena sepandai-pandainya ia menyembunyikan diri, akhirnya ketahuan juga.

“Selama ini kami sering mendengar tentang paus putih ini. Tapi tak pernah menyangka akan sesulit ini menemukannya,” ujar Holly Fearnbach, peneliti dari Laboratorium National Marine Mammal, Seattle, yang berhasil mengabadikan gambar sang pembunuh yang memiliki panjang 7-9 meter dan berat sekitar 4500 kilogram itu.

Momen istimewa ini terjadi 23 Februari 2008 lalu ketika Dyson, kapal peneliti milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melintasi tempat berkumpulnya para singa laut di dekat Gunung Berapi Kanaga, Alaska.

Bahkan John Durban, peneliti dari Alaska Fisheries Science Center NOAA, Seattle, mengaku bahwa inilah kali pertama ia punya kesempatan menyaksikan pemunculan predator singa laut itu. “Awalnya ia tampak sangat putih. Tapi bila diperhatikan, paus ini bukan albino. Ada beberapa bagian tubuhnya yang berwarna kuning dan kecoklatan,” ujarnya. (nationalgeographic/bambang)

T-Rex dari Dasar Laut


Sudah bukan rahasia bila predikat mamalia laut terbesar sudah begitu lekat dengan sosok ikan paus. Namun tahukah Anda, siapa penyandang predikat reptil terbesar di lautan? Percaya atau tidak, jawabannya adalah T-Rex.

Putusan ini ditetapkan para ilmuwan usai penemuan fosil terbaru di Pulau Arctic, Spitsbergen, Norwegia awal 2008. Dari identifikasi fosil, hewan tersebut diperkirakan memiliki panjang 15 meter dan berhak disebut sebagai reptil laut terbesar.

“Ini adalah fosil reptil laut terbesar yang pernah ditemukan. Ketika kami selesai mengidentifikasinya, di kepala kami langsung terbayang seekor T-Rex,” ujar Jørn Hurum, ahli purbakala dari Museum Natural History, Oslo, yang memimpin penggalian.

Monster laut ini mewakili gambaran spesies reptil terbesar dari golongan pliosaurus. Asal tahu, pliosaurus sendiri dinobatkan sebagai predator laut terandal yang pernah hidup 145-200 juta tahun lalu. (nationalgeographic/bambang)

Katak Raksasa Pemangsa Dinosaurus


Siapa bilang pada zaman dinosaurus, yang umumnya dikuasai reptil, para amfibi tidak ikut berjaya? Faktanya, 65-70 juta tahun lalu, seekor katak raksasa hidup di antara mereka dan menjadi salah satu pemangsa.

Kisah yang bisa dibilang mirip dongeng ini berawal dari kiprah para ilmuwan yang menemukan sebuah fosil di barat laut Madagaskar. Dari fosil temuan, para ilmuwan mengindikasikan sang pemilik fosil adalah seekor katak yang memiliki panjang 41 sentimeter dan berat 4, 5 kilogram. “Bila indikasi kami tepat, pastinya hewan ini adalah katak terbesar yang pernah hidup di muka bumi,” ujar Professor David Krause dari Universitas Stony Brook, Amerika Serikat, yang juga terlibat dalam penemuan tersebut.

Para ilmuwan sepakat memberi nama Beelzebufo ampinga pada si katak. Beelzebub diambil dari bahasa Yunani yang digunakan untuk menyebut setan, dan Bufo adalah bahasa Latin untuk katak. Sedangkan nama Ampinga berarti perisai, sebutan yang diambil dari salah satu bagian anatomi si katak yang mirip perisai/baju baja.

Selain berukuran raksasa, Beelzebufo juga digambarkan memiliki mulut yang sangat lebar dengan rahang yang kokoh. “Pada masa itu, sang kodok tentunya berperan sebagai salah satu predator bagi bayi-bayi dinosaurus. Karena siapapun dengan kondisi seperti itu pastinya adalah pemangsa andal,” ujar Krause yang bersama timnya mempublikasikan penemuan mereka pada jurnal National Academy of Sciences. (abc/bambang)

Kepiting Predator Invasi Antartika


Pemanasan global masih belum terhentikan. Tak tanggung-tanggung, dampaknya kali ini sebuah invasi siap mengancam satu tempat di belahan bumi, yaitu Antartika. Pelakunya adalah sekumpulan kepiting predator!

Pernyataan mengejutkan itu dikeluarkan oleh pihak Laboratorium Dauphin Island Sea di Pulau Dauphin, Alabama. Menurut Richard Aronson, salah satu ilmuwan laboratorium, invasi itu didorong oleh meningkatnya suhu perairan di Antartika akibat pemanasan global.

“Para kepiting yang sebelumnya hidup di luar perairan Antartika mulai menyadari kalau suhu di Antarika menjadi lebih hangat. Bisa dipastikan tak lama lagi mereka akan menyerbu wilayah ini,” ujar Aronson yang juga menyatakan, bahwa pihak laboratorium telah membicarakan pencegahan untuk invasi ini dengan American Association for the Advancement of Science, Boston.

Inti kekhawatiran mereka adalah akan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang melanda perairan Antartika. “Jika itu terjadi, kami meramalkan udang, cacing, dan bintang laut sebagai spesies asli Antartika akan menjadi korban pertama,” imbuh Aronson.

Para ilmuwan percaya, invasi kepiting hanyalah awal. Bila tidak segera dicegah, ketika suhu perairan Antartika terus meningkat, bukan tidak mungkin para hiu dari luar perairan pun akan datang. Hasilnya, Antartika akan dipenuhi predator mematikan yang memangkas habis penghuni lokal. (nationalgeographic/bambang)

Hiu Punya Alat Pelacak Jejak


Para pemburu tangguh umumnya pandai melacak jejak. Mulai dari yang memiliki keahlian membaca jejak sang buruan, mengandalkan kepekaan hidung, bahkan ada pula yang dianugerahi pendengaran ‘super’. Nah, bagaimana dengan ikan hiu, yang terkenal sebagai pemburu paling andal di lautan?

Baru-baru ini sebuah penelitian dibuat tercengang dengan penemuan mengejutkan yang mengungkap bagaimana cara hiu melacak calon mangsanya. “Selama ini kami menganggap hiu membaui darah (dengan hidungnya) untuk mencari mahkluk yang terluka di lautan. Tapi, ternyata kami salah,” ujar Dr. R. Douglas Fields, ketua Nervous System Development and Plasticity Section, US National Institutes of Health.

Menurut penelitian tersebut, hiu memiliki sebuah cairan mirip lendir dalam kepala mereka yang berguna untuk mencari sinyal listrik di sekitarnya. “Darah mahkluk yang terluka di lautan menghasilkan medan listrik tinggi. Nah, listrik itulah yang ditangkap oleh cairan tersebut,” ujar Fields.

Menurut Fields, proses yang disebut electroreception ini juga menjelaskan mengapa hiu seringkali hanya mengejar mangsa yang telah terluka (berdarah). Sedangkan saat itu, ada banyak mahluk lain (yang bisa dijadikan mangsa) di sekitarnya. (abc/bambang)

Manusia Hampir Cemari Seluruh Lautan

Sejak dahulu, manusia dikenal sebagai spesies penjelajah. Tak ada satu wilayah pun di peta bumi yang luput dari campur tangan manusia. Bahkan nyaris seluruh lautan. Masalahnya, penjelajahan manusia kerap kali diikuti adanya pencemaran dan perusakan lingkungan.

Gambaran itu nampak jelas dalam peta pencemaran laut dunia, hasil studi para peneliti, yang ditunjukan awal Februari 2008 lalu. “Lautan memang sangat luas. Tapi bila Anda memperhatikan (peta ini), tampak begitu banyak wilayah laut yang telah tercemar,” jelas Ben Halpern, ketua tim peneliti dari Universitas California, Santa Barbara, Amerika Serikat.

Lewat penelitian tersebut, para peneliti mencoba menunjukan pada dunia bahwa telah begitu banyak kerusakan ekosistem laut yang disebabkan ulah manusia. Di antaranya adalah pencemaran akibat limbah, illegal fishing, dan global warming.

Wilayah yang paling banyak terkena dampak tersebut antara lain, laut di sekitar pantai utara Eropa, Laut Cina Selatan, dan Laut Cina Timur. “Saat ini, dampak pencemaran terhadap ekosistem laut telah mencapai 40%,” ujar Halpern yang rencananya akan mempublikasikan hasil penelitian tersebut ke khalayak umum. (bbc/bambang)

Amfibi Langka Resmi Dilindungi


Salah satu adegan di film Box Office. Orang-orang berlari ketakutan karena munculnya beberapa kadal raksasa. Bisa ditebak, saat itulah muncul pahlawan-pahlawan yang berusaha melindungi. Tapi, bayangkan bila keadaannya dibalik. Saat kadal-kadal raksasa itu yang terancam. Adakah yang akan melindungi mereka?

Nah, mungkin pertanyaan itulah yang muncul di benak para penggagas EDGE Amphibians program dari Zoological Society of London (ZSL). Bedanya, ancaman pada kadal-kadal raksasa itu muncul dalam kehidupan nyata. Bukan hanya science fiction Hollywood.

EDGE Amphibians program didedikasikan untuk melindungi amfibi-amfibi langka di seluruh dunia dari kepunahan. Lebih jauh lagi, mereka bahkan memberikan pendidikan bagi penduduk setempat untuk turut menjaga hewan-hewan tersebut.

Satu dari amfibi langka itu adalah salamander raksasa (lihat gambar). Hewan yang ditemukan di Cina itu disebut-sebut sebagai amfibi terbesar di dunia. Para ilmuwan ZSL menyatakan bahwa salamander raksasa ini merupakan salah satu spesies yang masih bertahan sejak zaman dinosaurus. “Jangan salah. Ukuran maksimal mereka bisa mencapai ukuran manusia dewasa, yaitu sekitar 1,8 meter,” ujar salah seorang ilmuwan. (nationalgeographic/bambang)

Mata Rantai Evolusi Buaya

Gonjang-ganjing mengenai evolusi buaya masih tak kunjung menemukan ujung pangkalnya. Baru-baru ini, proses pencarian jati diri sang reptil bahkan melibatkan campur tangan seniman. Hasilnya, gambar sesosok reptil purba turut hadir dalam konferensi pers bertema evolusi buaya di Rio de Janeiro, Brasil.

Ismar de Souza Carvalho, paleontolog dari Federal University menyatakan bahwa reptil dalam gambar tersebut adalah gambaran sosok Montealtosuchus arrudacamposi. Menurutnya, reptil berukuran panjang 1,7 meter tersebut merupakan missing link (mata rantai yang hilang) dalam kisah evolusi buaya selama ini.

“Secara ilmiah, spesies ini pernah hidup di masa antara buaya primitif dan buaya modern pada 80-85 juta tahun lalu,” ujar Carvalho menegaskan teorinya dalam jumpa pers yang digelar 31 Januari 2007 lalu.

Namun jangan salah, pernyataan Carvalho bukannya tanpa bukti. Sebagai bukti otentik sekaligus model gambar sang seniman, ia menunjukan fosil Montealtosuchus yang pernah ditemukan oleh seorang ilmuwan, Antonio Celso de Arruda Campos.

Fosil yang ditemukan di dekat Monte Carlo (sekitar 215 mil sebelah barat laut Sao Paulo) pada 2004 itu ditengarai berusia 80 juta tahun. Dari penelitian fosil, Montealtosuchus dipercaya pernah menjelajahi tanah kering dan panas di daerah pedalaman Brasil dengan gerakan tubuhnya yang lincah. (nationalgeographic/bambang)

Bahasa Tubuh Kepiting Fiddler

DALAM kehidupan cinta, manusia kerap menggunakan bahasa tubuh guna menarik lawan jenisnya. Di dunia hewan, cara yang sama ternyata ampuh digunakan. Salah satunya terjadi pada kepiting fiddler.

Martin How, peneliti dari Universitas Nasional Australia mengungkap temuan tersebut usai meneliti hewan bercapit itu di Bowling Green Bay, North Queensland. Menurutnya, kepiting fiddler jantan menggunakan bahasa tubuh untuk menggoda si betina.

Fiddler jantan biasanya melambaikan capitnya ketika ia melihat kehadiran fiddler betina dari jarak tertentu. “Seperti halnya dalam dunia manusia, bahasa tubuh lebih efektif digunakan ketika dua orang terpaut jarak. Rupanya, itu pun berlaku bagi kepiting-kepiting ini,” jelas How.

Menariknya, lambaian capit si jantan menjadi lebih lembut ketika si betina merespon panggilan itu dan mendekat. “Dalam dunia mereka, mungkin inilah yang disebut ‘gayung bersambut’,” kelakar How yang dalam penelitiannya bekerjasama dengan Australian Research Council Centre of Excellence in Vision Science. (abc/bambang)

Baryonyx Nenek Moyang Buaya?


HATI-hati! Wajah bisa menipu. Ungkapan ini mungkin cocok disematkan pada dinosaurus asal Inggris, Baryonyx walkeri. Bukan apa-apa, meskipun memiliki wajah pemangsa daging, dinosaurus satu ini ternyata pemakan ikan.

Teori ini muncul ketika para ilmuwan selesai meneliti fosil kerangka kepala Baryonyx. Ternyata hewan ini memiliki bentuk kerangka kepala yang nyaris sama dengan milik buaya pemakan ikan yang hidup saat ini. Meskipun begitu, keduanya memiliki perbedaan struktur. Baryonyx bermoncong sempit, sedangkan buaya pemakan ikan memiliki moncong datar.

Meskipun berbeda struktur, Dr Emily Rayfield dari Universitas Bristol, Inggris, mengatakan kalau tulang tengkorak kedua hewan memiliki fungsi sama.“Baryonyx dan buaya pemakan ikan sama-sama memiliki rahang yang panjang dengan bentuk gigi mengerucut. Itu membuktikan kalau sumber makanan keduanya sama, yaitu ikan,” tambah Rayfield.

Baryonyx diyakini pernah hidup di daerah hangat dengan banyak rawa-rawa, dan diduga sebagai nenek moyang buaya pemakan ikan. Namun, Dr Angela Milner dari Museum Natural History, London, menyatakan kalau tengkorak kepala kedua hewan ini berevolusi dengan cara berbeda. “Terlalu dini untuk mengatakan bahwa hewan ini nenek moyang buaya pemakan ikan. Evolusi struktur tengkorak yang berbeda adalah pertimbangan khusus,” ujar Milner.(bbc/bambang)

Nenek Moyang Paus Berkaki Empat

PERCAYA atau tidak kalau ikan paus, ternyata punya nenek moyang yang berjalan dengan empat kaki? Nyatanya, sebuah fosil hewan semi akuatik yang ditemukan di Kashmir, India utara didaulat sebagai bagian mata rantai yang hilang dari evolusi mahluk terbesar di lautan itu.

Menurut sebuah penelitian yang dipelopori oleh Fakultas Kedokteran dan Farmasi, Universitas Ohio utara, hewan tersebut memang pernah hidup di Asia selatan sekitar 48 juta tahun lalu.

Hans Thewissen, sang ketua peneliti, mengatakan bahwa hewan yang diduga memiliki kemiripan bentuk dengan kancil tersebut dikenal dengan nama Indohyus. “Pada masa itu, hewan ini tergabung dalam kelompok mamalia besar Artiodactyls,” tambah Thewissen.

Lalu, bagaimana munculnya teori kalau Indohyus adalah nenek moyang paus?

“Pada masa itu, Indohyus yang awalnya hidup di darat perlahan-lahan berubah menjadi hewan semi akuatik untuk menghindari para predator darat,” jelas Thewissen. Sedangkan menanggapi perbedaan antara paus yang pemakan ikan dan Indohyus yang herbivora, ia menjelaskan bahwa peralihan itu terjadi akibat perubahan habitat.

Pernyataan Thewissen diperkuat oleh Philip D. Gingerich, seorang paleontolog dari Universitas Michigan. Ia memberikan analisa yang menunjukan bahwa struktur tulang tengkorak kepala dan telinga Indohyus memang sangat mengacu pada bentuk paus. Begitu pula densitas tulang dan gigi yang menunjukan kalau hewan tersebut banyak menghabiskan waktu di dalam air. (nationalgeographic/bambang)

Katak Mini dari Papua Nugini

BILA dalam film kartun, empat ekor kura-kura yang terkena limbah beracun bermutasi menjadi Kura-kura Ninja, apa yang terjadi di kehidupan nyata pada empat ekor katak saat mengalami nasib sama?

Bukannya membesar seukuran manusia seperti halnya Kura-kura Ninja, katak-katak itu malah menciut. Tak urung, julukan katak mini pun melekat pada keempatnya.

Demikian pernyataan beberapa pihak tentang nasib empat katak yang ditemukan di hutan sekitar Papua Nugini dan Pulau Solomon. Beruntung bagi keempatnya, Kebun Binatang Nasional Smithsonian Institution segera merawat mereka.

Para ilmuwan di kebun binatang mengatakan bahwa meskipun ukuran tubuhnya mini, sebenarnya katak-katak tersebut merupakan katak dewasa. ”Saat ditemukan, katak-katak ini berada di antara para katak dewasa normal dan hewan amphibi lain,” ujar seorang ilmuwan.

Saat ini, para ilmuwan tetap menganggap kalau katak-katak tersebut merupakan spesies baru. Namun beberapa pihak ngotot, kalau keempat katak adalah korban dari limbah beracun daerah setempat. Asal tahu, hutan tempat ditemukannya empat katak mini memang terkenal sebagai wilayah yang habitatnya terancam akibat polusi limbah. (nationalgeographic/bambang)

Listrik Percepat Pemulihan Terumbu Karang


Sudah bukan rahasia lagi bila keelokan alam Pulau Bali kerap mengundang decak kagum masyarakat internasional. Kiranya, alasan itu pulalah yang menarik perhatian mereka untuk ambil bagian dalam melestarikan keindahan Pulau Dewata tersebut.

Salah satunya adalah Bio Rock. Proyek pelestarian lingkungan hidup yang digalang Thomas Goreau itu mulai menyusuri beberapa pantai di barat daya Bali sejak 18 Januari 2004. Tujuannya tidak lain ingin mengembalikan kelestarian terumbu karang di wilayah Pemuteran, yang terlanjur rusak akibat dampak pemanasan global dan penangkapan ikan dengan menggunakan bom.

Mengandalkan hasil desain Wolf Hilbertz, terumbu karang diletakan pada sebuah perangkat besi yang dililiti beberapa kabel listrik. Kabel-kabel tersebut akan mengirimkan gelombang listrik tegangan rendah pada terumbu karang. “Dengan cara ini, pemulihan terumbu karang dapat lebih cepat,” ujar Hilbertz.

Hingga tahun 2007, cara tersebut telah sukses diterapkan di 20 negara yang mengalami masalah terumbu karang yang sama. (bbc/bambang s)

Antartika Dulunya Wilayah Hangat


Percaya atau tidak, Antartika yang terkenal sebagai salah satu wilayah terdingin di bumi dulunya adalah wilayah hangat.

Para ilmuwan memperkirakan, sekitar 190 juta tahun lalu, Antartika ditumbuhi oleh tanaman. Pernyataan itu dikeluarkan usai penemuan penting di dekat Gunung Kirkpatrick.

Beberapa fosil tulang kaki dinasurus yang diindikasikan sebagai milik Glacialisaurus menjadi dasar kuat pernyataan para ilmuwan. Asal tahu, Glacialisaurus merupakan jenis dinosaurus pemakan tumbuhan.

Dengan tinggi 7, 6 meter, Glacialisaurus dikenal sebagai salah satu dinosaurus terbesar yang pernah hidup. Beberapa ilmuwan bahkan setuju kalau dinosaurus sejenis, pernah tinggal di wilayah Asia, Afrika, dan Amerika.

Bila teori itu benar. Kemungkinan besar, dulunya Antartika memang bagian dari benua beriklim hangat. (nationalgeographic/bambang s)

Lele Raksasa Ditangkap Akhir Tahun


Sebuah temuan akhirnya mengakhiri masa paceklik Megafish Project di Kamboja. Temuan luar biasa itu tak lain seekor ikan lele raksasa.

Zeb Hogan, sang pemimpin proyek mengaku ini adalah kali pertama tim-nya berhasil menangkap lele raksasa tersebut sepanjang tahun 2007.

Saat ditangkap, lele raksasa penghuni Sungai Mekong itu memiliki panjang 2, 4 meter, dengan berat 204 kilogram. “Saat ini, populasi lele raksasa semakin menurun. Sejak tahun 2000, lima sampai sepuluh ikan mati setiap tahunnya karena kecelakaan,” ujar Hogan, yang juga ahli biologi di Universitas Reno, Nevada, Amerika Serikat.

Hogan melepaskan kembali ikan itu ke sungai setelah mengumpulkan data-data yang diperlukan. Menurutnya, Megafish Project yang didanai oleh National Geographic Conservation Trust and Expeditions Council memang bertujuan untuk mengumpulkan data-data ikan air tawar yang berukuran raksasa. “Lewat proyek ini, sedapat mungkin kami ingin mencegah kepunahan mahluk-mahluk air luar biasa ini,” tambahnya. (nationalgeographic/bambang s)

Fosil Cakar Kutu Raksasa Ditemukan


Kutu umumnya dikenal sebagai serangga kecil. Namun siapa sangka kalau nenek moyang mereka adalah hewan raksasa, yang ukuran tubuhnya melebihi manusia dewasa.

Pernyataan itu dibuat bukannya tak beralasan. Sebuah fosil cakar yang ditemukan di Jerman, November 2007 lalu memperkuat dugaan tersebut.

Berdasarkan fosil cakar yang berukuran 46 centimeter, para ilmuwan mengindikasikan ukuran tubuh sang pemilik sekitar 2, 5 meter. Bila benar, maka kemungkinan besar sang pemilik cakar merupakan kutu terbesar yang pernah hidup di bumi.

Tak butuh penelitian berlarut-larut, para ilmuwan segera menetapkan sang pemilik cakar adalah arthropod. Asal tahu, arthropod adalah kalajengking laut yang merupakan predator buas di zamannya.

Pada 390 juta tahun lalu, arthropod tidak hanya dikenal sebagai pemburu ikan yang handal. Tapi, mereka pun kanibal bagi sesamanya. Tak ragu, para ilmuwan menempatkannya pada posisi puncak di rantai makanan.

Saat ini, keturunan langsung arthropod dapat ditemukan pada sosok lobster dan kepiting laba-laba. Tak heran, dua hewan tersebut memang menuruni sifat kanibal nenek moyangnya. (nationalgeographic/bambang s)

Atlantis Sudah Ditemukan?


Kisah Atlantis, kota mengagumkan yang digambarkan Plato ribuan tahun silam, selalu menarik diperbincangkan. Tak ada satu pun wilayah yang lokasinya lebih diperdebatan daripada keberadaan Atlantis.

Satu teori menyatakan Atlantis terletak di Yunani dan tenggelam ke dasar laut akibat letusan gunung berapi. Teori lain menyatakan sebuah daerah di pesisir Eropa adalah bagian Atlantis yang selamat dari banjir yang menenggelamkan kota itu.

Plato sendiri, dalam teorinya, menggambarkan Atlantis terletak di lepas pantai Afrika barat laut sebelum akhirnya tenggelam 12.000 tahun yang lalu akibat banjir besar.

Mengacu pada lokasi yang disebutkan Plato, pada tahun 2001, ahli geologi dari Universitas Aix en Provence, Perancis, Jacques Collina-Girard menyatakan sebuah pulau bernama Spartel, tidak jauh dari barat laut Afrika adalah Atlantis. Sayangnya, Spartel yang tenggelam secara periodik mulai 20.000 tahun yang lalu karena mencairnya zaman es tidak sesuai dengan gambaran tenggelamnya Atlantis menurut Plato.

Dukungan akhirnya muncul dari Marc-Andrè Gutscher, ahli geologi kelautan dari Universitas Brest, Perancis, yang melalui penelitiannya menyatakan bahwa Spartel memang selalu dihantam gempa bumi dan tsunami per 2000 tahun. Selain itu, 14.000 tahun lalu Spartel pernah diluluhlantakan gempa bumi sebesar 9 magnitude. Sebuah kurun waktu yang hampir sesuai dengan perhitungan Plato pada saat tenggelamnya Atlantis.

Saat ini, Gutscher mengaku tinggal mencari bukti sisa-sisa peninggalan masyarakat yang pernah tinggal di Spartel untuk menegaskan kalau pulau tersebut memang pernah berpenghuni. Bila sudah, apa itu artinya Spartel bisa diakui sebagai Atlantis? (science /bambang s)

Ubur-ubur Tertua, Umur Berapa?


Sebuah penemuan di Utah, Amerika Serikat, akhir Oktober lalu, membuat para ilmuwan kembali menebak-nebak berapa usia nenek moyang ubur-ubur. Penemuan tersebut tidak lain beberapa fosil ubur-ubur yang diindikasikan berusia lebih tua dari fosil ubur-ubur tertua yang pernah ditemukan sebelumnya. Asal tahu, fosil ubur-ubur tertua yang pernah ditemukan berusia 205 tahun.

Paulyn Cartwright, seorang ahli biologi Universitas Kansas mengaku takjub dengan temuan tersebut. “Dari keseluruhan bentuk fosil yang menunjukan gumpalan berbentuk bundar, kami langsung tahu kalau itu adalah fosil ubur-ubur,” ujarnya.

Selain itu, detil fosil yang luar biasa jelas menunjukan adanya hubungan antara fosil itu dengan jenis ubur-ubur yang ada saat ini. "Itulah mengapa fosil ini begitu menarik. Anda dapat melihat dengan jelas, bentuk, tentakel, bekas luka otot, dan bahkan gonad-nya,” imbuh Cartwright.

Ia juga mengatakan kalau hubungan tersebut memunculkan adanya teori evolusi pada ubur-ubur. “Dari catatan fosil, kami memperkirakan ada evolusi ubur-ubur dari bentuk sebelumnya ke bentuk yang lebih kompleks sekitar 500 juta tahun yang lalu,” ujar Cartwright yang sejauh ini bersama timnya telah mengelompokkan fosil-fosil tersebut ke dalam dua genus, yaitu Cunina (gambar atas) dan Periphylla (gambar bawah). (nationalgeographic/bambang s)

Fosil Kadal Air di bawah Museum


Sebuah museum sejatinya menyimpan benda-benda antik dan bersejarah. Nah, apakah hal itu berlaku juga dengan yang ada di bawah lantai utamanya?

Kenyataannya, beberapa mahasiswa S1 dari Universitas Kutztown State, Pennsylvania
memilih untuk melakukan proyek penelitian dan penggalian di bawah bangunan sebuah museum di wilayah itu. Hasilnya, sebuah fosil kadal air yang diperkirakan hidup 330 juta tahun lalu berhasil ditemukan.

David Fillmore, salah seorang mahasiswa yang terlibat dalam penemuan itu mengatakan kalau fosil tersebut diperkirakan telah ada di bawah bangunan museum sejak sebelum Perang Dunia II. “Fosil yang kami temukan adalah salah satu bukti, kalau sebenarnya di wilayah Pennsylvania masih banyak fosil yang belum ditemukan,” ujar Fillmore.

Sayangnya, fosil dengan panjang 30 cm itu tak bertulang kepala. Meskipun begitu, Spencer Lucas, kurator Museum Ilmu Pengetahuan Alam dan Sejarah New Mexico berpendapat hal itu sangat wajar.“ Usia fosil ini sangat tua. Wajar bila kerangkanya tidak utuh,” ujarnya saat mengumumkan penemuan tersebut di pertemuan Perkumpulan Geologis Amerika di Denver, Colorado, akhir Oktober lalu.

Lucas menambahkan bahwa meskipun kerangka fosil tidak lengkap, para peneliti tetap dapat memahami bentuk asli fosil tersebut dari bentuk badannya.”Binatang ini termasuk dalam spesies kadal air. Kemungkinan, mereka juga memiliki kulit halus dan tidak bersisik,” ujar Lucas. (nationalgeographic/bambang s )

Parrotfish vs Rumput Laut


Mendengar nama Karibia, tentunya yang terbayang pertama kali adalah para bajak laut ganas dan menakutkan. Tapi itu cerita lalu. Kini, Karibia lebih terkenal sebagai salah satu wilayah dengan pesona alam bawah air yang menakjubkan.

Walaupun begitu, keindahan bawah air Karibia bukannya tanpa masalah. Saat ini, terumbu karang tempat berkumpul dan berlindung sebagian besar ikan terancam punah. Kali ini penyebabnya bukan manusia, melainkan sekumpulan rumput laut.

Bila rumput laut di sekitar terumbu karang laut Karibia semakin membanjir, diramalkan risiko rusaknya terumbu karang akan sulit terselamatkan. Selain overfishing, pertumbuhan rumput laut meningkat akibat sisa pupuk yang terbawa dari area pertanian penduduk sekitar pantai.

“Hampir semua terumbu karang lebat oleh rumput laut. Kalau dibiarkan, terumbu karang tidak akan lagi menjadi tempat berlindung bagi ikan dan hewan lainnya, “ ujar Professor Peter Mumby, seorang ahli ekologi dari Universitas Exeter.

Satu-satunya harapan ada pada parrotfish, sejenis ikan yang hidup di sekitar terumbu karang. “Kehadiran parrotfish dapat menyeimbangkan jumlah rumput laut pada terumbu karang,” imbuh Mumby.

Sayangnya, jumlah parrotfish sendiri semakin berkurang akibat overfishing. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah sepakat menggalakan pengembangbiakan ikan tersebut untuk menjaga populasinya. (bbc/bambang s)

Pemanasan Global Untungkan Greenland


Isu pemanasan global (Global Warming) memang sudah bukan barang baru lagi bagi masyarakat dunia. Namun dibalik ketidakberuntungan beberapa pihak akibat dampak pemanasan global , ternyata ada wilayah yang justru diuntungkan. Wilayah tersebut adalah Greenland, yang tak lain masih merupakan bagian dari Denmark.

Iklim yang berubah menjadi hangat akibat pemanasan global telah memberikan pengaruh positif bagi perkembangan ekonomi di Greenland. Penelitian menyebutkan akibat pemanasan global, suhu di wilayah itu naik hingga dua kali lebih cepat dibanding wilayah lain di dunia. Akibatnya, mencairnya lapisan es yang ada Greenland membuka kesempatan meningkatnya sektor pertanian, peternakan, kelautan, pertambangan, bahkan eksplorasi minyak.

Di barat-daya Greenland misalnya, produktivitas pertanian dan peternakan meningkat setiap tahunnya. Sedangkan bagi para nelayan, wilayah utara menjadi tempat istimewa untuk mencari ikan. “Selain jumlahnya melimpah, ukuran ikan pun relatif bertambah besar,” ujar seorang nelayan.

Hasil tambang bahkan tak diragukan lagi. Permintaan akan intan, emas, dan barang tambang lainnya meningkat tajam seiring terbukanya akses ke daerah pertambangan baru. Dan di sepanjang garis pantai, penjelajahan untuk menemukan sumber minyak pun gencar dilakukan. (bbc/bambang s)

Spesies Baru dari Laut Celebes


Asia Tenggara sekali lagi membuktikan kalau kekayaan satwa laut yang dimiliki tak ada habisnya. Pengakuan itu kembali didapat dengan ditemukannya beberapa spesies baru di wilayah Laut Celebes, yang terletak diantara Malaysia dan Filipina.

Selain ikan berahang persegi berjuluk boxfish dalam gambar di atas, para ilmuwan juga menemukan beberapa spesies jenis baru. Para ilmuwan berpendapat kalau keberadaan Laut Celebes yang merupakan lautan dalam, terpencil, dan dingin membuatnya menjadi salah satu wilayah laut yang memiliki keanekaragaman satwa laut di dunia.

Pemimpin ekspedisi, Larry Madin mengungkapkan kalau beberapa hewan merupakan spesies yang telah bertahan hidup hingga jutaan tahun. “Artinya, Laut Celebes kemungkinan besar adalah salah satu pusat spesies satwa laut yang kini hidup dan berkembang di seluruh dunia,” tambahnya.

Ekspedisi yang memakan waktu hingga dua minggu itu didanai oleh Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI), Dewan Ekspedisi National Geographic Society, Konservasi Internasional, the National Oceanic and Atmospheric Administration, dan pemerintah Filipina. (nationalgeographic/bambang s)

Ikan Tikus Albino Ditemukan


Bila gambar di atas mengingatkan Anda pada sosok seekor tikus, sebenarnya Anda tak sepenuhnya salah. Bentuk ikan dalam gambar tersebut memang benar-benar mirip dengan tikus. Tak tanggung-tanggung, ia pun dijuluki ratfish (ikan tikus).

Ikan yang ditemukan di Puget Sound, Washington musim panas ini adalah ikan tikus pertama yang ditemukan dengan warna tubuh albino (putih-pucat) dan bola mata berwarna hijau. “Ikan ini umumnya berwarna coklat. Ekornya sangat panjang dan gigi-giginya sanggup menghancurkan kerang,” ujar John Reum, mahasiswa kedokteran Universitas Washington yang berhasil menangkap ikan yang memiliki ukuran panjang 30 cm itu.

Sayangnya si ikan tikus albino langsung mati beberapa saat setelah ditemukan. Saat ini, ia menjadi satu-satunya ikan albino di antara 7,2 juta koleksi ikan yang dimiliki Universitas Washington. (nationalgeographic/bambang s)

Kapak Beliung Polinesia


Sebuah temuan berhasil membuktikan kalau pada jaman dulu bangsa Polinesia adalah para pelaut tangguh. Tapi bukannya sebuah perahu, bukti itu adalah kapak beliung.

Cerita berawal dari 19 kapak beliung yang pernah ditemukan di beberapa pulau di kepulauan Tuamotu, sekitar 1600 km sebelah tenggara Tahiti atau tepatnya di wilayah Polinesia timur. Beberapa peneliti dari Australia penasaran dan mulai meneliti kapak-kapak tersebut. Rasa penasaran mereka timbul karena kapak-kapak yang ditemukan pertama kali di awal tahun 1900 itu ternyata memiliki bahan asli yang bukan berasal dari wilayah setempat.

Setelah melalui penelitian panjang, akhirnya para peneliti berhasil menemukan kalau bahan asli kapak adalah batu basal. Penelitian pun berlanjut pada penemuan bahwa batu basal merupakan batuan vulkanik yang hanya terdapat di pulau Kaho'olawe, sebuah pulau yang jaraknya 4000 km dari kepulauan Hawaii.

Hal inilah yang memunculkan teori, kalau bangsa Polinesia merupakan bangsa pelaut yang kerap mengarungi lautan hingga ribuan kilometer untuk mengksplorasi wilayah baru dan membuka jalur perdagangan. (abc/bambang s)

Kapal Viking Ditemukan di Inggris


Siapa tak kenal bangsa Viking. Para pelaut dari utara yang tak gentar mengarungi lautan dan tak mundur berperang dengan bangsa manapun. Bahkan dengan bangsa Inggris! Tak percaya?

Awal September 2007 lalu, sebuah temuan menakjubkan membuktikan bahwa bangsa Viking memang pernah berkunjung ke Inggris. Sebuah kapal kuno yang diperkirakan berusia seribu tahun ditemukan di bawah area parkir sebuah pub di Merseyside.

Kapal tersebut ditemukan para arkeolog Universitas Nottingham dengan menggunakan sistim pemantau bawah tanah (GPR). Sistim ini menggunakan radar khusus yang dapat mendeteksi material berusia ribuan tahun yang tertimbun di dalam tanah. Profesor Stephen Harding, salah satu arkeolog yang terlibat dalam penemuan dan penelitian mengungkapkan bahwa kapal itu merupakan salah satu penemuan paling bersejarah di Inggris.

Ketika pertama kali ditemukan, kapal terbenam sekitar tiga meter di bawah permukaan tanah. Bahkan, belum diketahui secara pasti bentuknya. Namun menurut Harding, kapal temuannya itu memiliki desain Nordic. Asal tahu, Nordic adalah jenis kapal yang biasa digunakan bangsa Viking untuk menjelajahi samudra.

Temuan tersebut semakin menguatkan teori, bahwa banyak wilayah di Inggris yang pernah disinggahi oleh bangsa Viking. Sebelumnya, tepat 20 Juli 2007, sejumlah orang di Yorkshire menemukan sejumlah peninggalan bangsa Viking berupa gelang emas, cawan perak, dan ratusan koin perak. (bbc/bambang s)

Catfish Saingi Salmon


Salmon ternyata bukan satu-satunya spesies ikan yang memiliki siklus hidup bermigrasi, alias suka berpindah tempat. Di China selatan, ada spesies ikan lainnya yang memiliki siklus serupa. Ikan tersebut adalah catfish. Para ahli menyebutnya sebagai saingan salmon.

Setiap tahunnya, catfish mampu melakukan penjelajahan lebih dari 1000 km dari China selatan hingga ke sungai Mekong, Laos. “Migrasi yang dilakukan ikan ini sama persis dengan yang biasa dilakukan salmon” ujar Zeb Hogan, seorang ahli perikanan yang selama ini mempelajari kehidupan salmon.

Para peneliti kelautan dan perikanan sepakat bahwa siklus hidup kedua ikan tersebut sangat mirip. Baik salmon maupun catfish mengawali hidupnya di lautan, sebelum akhirnya bermigrasi sejauh ratusan kilometer hingga ke sungai-sungai.

Fakta ini dianggap sebagai salah satu temuan baru di bidang kelautan dan perikanan, karena dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap catfish. “Selama ini masyarakat tak pernah berpikir kalau catfish mampu melakukan migrasi hingga sejauh itu“ jelas Hogan. (nationalgeographic/bambang s)

Hiu Ternyata Sepupu Jauh Manusia


Pernahkah sekali saja terbersit di benak Anda, kalau selama ini ternyata Anda memiliki saudara jauh seekor hiu predator yang ganas? Bila Anda menganggap ini hanyalah lelucon dari sebuah buku fiksi murahan, maka Anda salah besar.

Baru-baru ini, para ilmuwan di Institute of Molecular and Cell Biology, Singapura menemukan satu spesies hiu yang memiliki DNA yang hampir identik dengan manusia. Spesies tersebut adalah hiu gajah. Hal ini kemudian memunculkan teori kalau kira-kira 450 juta tahun lalu, hiu dan manusia memiliki hubungan saudara.

Para ilmuwan menyatakan bahwa hiu gajah memiliki genom yang sangat mirip dengan genom manusia dibandingkan dengan hewan lainnya. Pernyataan para ilmuwan tersebut merupakan hasil analisa setelah membandingkan genom hiu gajah, ikan puffer, ayam, tikus, dan anjing.

Sebelumnya, para ilmuwan telah mengidentifikasi sedikitnya 154 gen dalam tubuh manusia yang memiliki kesamaan dengan tikus, anjing dan hiu gajah. Kesamaan antara manusia, tikus, dan anjing tersebut dianggap wajar karena ketiganya merupakan mamalia. Tapi, hiu dikenal sebagai jenis ikan yang sama sekali tidak memiliki ciri-ciri fisik yang mengacu pada mamalia.

“Ini merupakan penemuan yang menakjubkan. Secara genetik, banyak hal yang mendekatkan kami (hiu gajah dan manusia) dalam pohon evolusi. Salah satunya adalah teleost (tulang kerangka) yang nyaris sama.” Jelas Professor Byrappa Venkatesh, ketua investigasi dari Institute of Molecular and Cell Biology tersebut. (abc/bambang s)

Predator dari Ujung Dunia


Bila Anda menebak gambar di samping berasal dari salah satu film science fiction produksi Holywood, maka Anda salah besar. Percaya atau tidak, pemilik wajah seram tersebut benar-benar ada dan hidup.

Sebanyak 31 orang peneliti yang tergabung dalam tim peneliti internasional menemukan ikan itu saat tengah menyusuri pegunungan Mid-Atlantik, sebuah pegunungan bawah air yang berjajar dari Iceland hingga Pulau Azores, sebelah barat Portugal.

Para peneliti sepakat memberi nama Viperfish pada ikan berwajah seram tersebut. Mereka percaya, Viperfish adalah salah satu predator laut yang hidup di sudut dunia yang tergolong tepencil tersebut.

Selain Viperfish, mereka juga menemukan beberapa spesies aneh lainnya di wilayah yang sama. Spesies tersebut antara lain beberapa cacing laut jenis baru, karang laut dengan berbagai macam warna, ketimun laut yang belum pernah ditemukan sebelumnya, serta ikan-ikan aneh lainnya. Bahkan diantara spesies tersebut, ada beberapa yang merupakan temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan.

Penemuan spesies aneh lainnya memunculkan teori yang menjelaskan kelangsungan hidup Viperfish dipengaruhi oleh adanya spesies-spesies itu. “Adanya spesies lain di sekitar Viperfish menjelaskan mengapa ikan ini dapat bertahan hidup di wilayah itu. Dalam hal ini Viperfish adalah predatornya dan mereka (spesies lain) adalah makanannya...” jelas salah seorang peneliti. (nationalgeographic/bambang s)

Octosquid Tertangkap di Hawaii


Apakah Anda dapat membedakan antara gurita dan cumi-cumi? Karena bila tidak, tentunya foto di atas tidak terlalu mengejutkan Anda.

Foto di atas adalah foto dari seekor hewan yang tidak sengaja tersedot oleh saluran pipa milik Natural Energy Laboratory of Hawaii Authority (NELHA) di Kailua-Kona, Hawaii. Hewan yang tersedot pipa dari kedalaman 914 meter di bawah permukaan laut inilah yang saat ini telah membuat para ilmuwan dunia tercengang.

Bagaimana tidak, hewan yang dijuluki Octosquid tersebut memang memiliki campuran genetis dari dua hewan laut, yaitu berbadan gurita (octopus) dan bertentakel cumi-cumi (squid).

Saat ini, hewan tersebut sedang menjalani penelitian di Universitas Manoa, Hawaii. Para ahli oseanografi belum berani memberikan nama untuk hewan ini, karena fakta yang menjelaskan belum pasti diketahui. Walaupun begitu, ada beberapa pihak yang bersikeras kalau hewan tersebut lebih mirip dengan gurita (octopus). ( nationalgeographic/bambang s)

Manta Ray Raksasa Melahirkan di Jepang


Saat para ofisial di sebuah taman akuarium Jepang mengumumkan kelahiran seekor bayi Manta Ray raksasa, para imuwan segera mengeluarkan pernyataan bahwa kelahiran tersebut merupakan saat yang sangat bersejarah bagi dunia kelautan.

Pernyataan tersebut didasarkan pada fakta bahwa Manta Ray raksasa yang ada di akuarium itu merupakan Manta Ray pertama yang melahirkan selama berada dalam lingkungan taman akuarium.

Dari rekaman video kelahiran, bayi Manta Ray itu segera membentangkan siripnya begitu dilahirkan dan langsung berenang. Lebar sirip bayi Manta Ray itu adalah 1, 9 meter atau melebihi tinggi badan manusia dewasa pada umumnya. Sedangkan induknya sendiri memiliki sirip selebar 4,2 meter.

Mengingat Manta Ray raksasa termasuk dalam golongan mahluk yang paling sulit ditangkap, kelahiran itu seolah memberi harapan bagi pihak taman akuarium untuk dapat mengembangbiakan hewan laut itu ke depannya. Selain tentunya hal ini juga merupakan terobosan besar dalam mengungkapkan misteri yang menjelaskan kehidupan Manta Ray di lautan.( nationalgeographic/bambang s)

Terusan Panama Makin Lebar


Tepat pada 22 Oktober 2006 lalu menjadi hari yang bersejarah bagi Terusan Panama dan perdagangan dunia. Karena pada hari tersebut, sebuah kesepakatan yang akan menghabiskan dana sebesar $ 5.25 milyar telah dibuat untuk memperlebar Terusan Panama sekaligus menggandakan kapasitas tampungnya.

Saat dibangun pertama kali oleh Amerika Serikat pada 1914, terusan ini telah banyak berjasa dengan menampung hampir 5% pelayaran kapal-kapal dagang dari seluruh penjuru dunia. Alasan pelebaran terusan sendiri adalah mengingat semakin pesatnya kemajuan perdagangan dunia yang menggunakan jasa pelayaran dan semakin besarnya kapal-kapal dagang yang melewati terusan ini.

Proyek raksasa itu sendiri sebenarnya baru akan berjalan pada Agustus 2007 ini. Walaupun begitu, para pekerja telah mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari untuk memperkirakan dampak ekologis pelebaran terusan ini.(nationalgeographic/bambang s)

Fosil Penguin Purba Ditemukan


Penguin, spesies burung pemburu ikan yang handal, dengan corak badan hitam-putih ternyata dulunya pernah memiliki tubuh setinggi manusia. Sebuah fosil tengorak penguin yang ditemukan di gurun Atacama, Peru mengungkapkan fakta mengejutkan tersebut.

Ukuran fosil tengkorak yang tidak lazim dengan umumnya penguin biasa itu mengindikasikan kemungkinan bahwa pada 30 juta tahun yang lalu, spesies burung tersebut pernah menjelajahi gurun Atacama dengan ukuran tinggi sama dengan manusia dewasa.

Pernyataan itu dikeluarkan setelah fosil yang diberi nama Icadyptes salasi tersebut dibandingkan dnegan satu-satunya penguin modern yang tinggal di Peru, yaitu Spheniscus humboldti.

Para ilmuwan dari National Study of Science menggambarkan penguin tersebut memiliki tinggi badan 1,5 meter dengan panjang paruh 0,3 meter. Paruh yang tidak proporsional dengan tinggi badan itu diyakini berkaitan erat dengan cara penguin berburu ikan dengan cara menombak. “Tentunya 30 juta tahun yang lalu, ikan-ikan yang menjadi makanan para penguin itu pun memiliki ukuran tubuh yang cukup besar” ujar salah seorang ilmuwan menambahi.(nationalgeographic/bambang s)

Tsunami Ancam AS

Usai meluluhlantakan kawasan Asia Tenggara, tsunami kembali mengancam. Kali ini sasarannya adalah negara-negara di sekitar Samudra Pasifik, termasuk Amerika Serikat (AS).

Hal itu dinyatakan oleh para ilmuwan dunia yang sepakat bahwa tsunami lebih ebrpotensi terjadi di Samudar Pasifik dibandingkan di Samudra Hindia. Menurut mereka, Samudra Pasifik lebih banyak memiliki subduction zone, yaitu daerah yang menghasilkan gempa bumi paling kuat dan mampu menimbulkan tsunami.

Para ilmuwan mengatakan, ancaman terbesar diperkirakan terjadi di AS atau tepatnya di wilayah-wilayah yang dekat dengan subduction zone di zona Cascadia yang cakupannya mencapai California Utara. Mereka juga memperkirakan bahwa gempa bumi berkekuatan 9.0 skala richter (SR) sewaktu-waktu bisa menghantam pantai-pantai yang berada di wilayah Cascadia subduction zone dan menimbulkan tsunami setinggi 5 meter.

Bahkan, tsunami tersebut bisa jadi akan menyerang perairan Jepang 10-20 jam setelah tsunami pertama terjadi. Pernyataan itu bukan tidak beralasan. Sebab, gempa bumi berkekuatan besar punya potensi tsunami yang efeknya meluas.

Sebenarnya sejak 1997, status dan otoritas lokal di daerah Pasifik barat laut memang telah dinyatakan sebagai daerah rawan tsunami. Bahkan beberapa daerah di wilayah itu telah memiliki sistem peringatan dini berteknologi tinggi yang sewaktu-waktusiap mengirim tanda-tanda tsunami.

Sebelumnya, AS pernah dilanda tsunami pada 1946. Saat itu, gempa Aleutian yang terjadi di Alaska menghasilkan tsunami yang menyerang Hawaii. Sejak peristiwa tersebut atau tepatnya tahun 1964, AS telah menciptakan tsunami monitoring sistem yang dikendalikan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Saat ini, AS memiliki enam buah deep ocean monitor yang ditempatkan di pulau Aleutian, Alaska. Cara kerja alat tersebut adalah membaca dan merekam perubahan cuaca untuk mempelajari pola gempa bumi yang mampu membangkitkan tsunam. Rekaman data-data dari alat tersebut kemudian dikirim melalui jaringan satelit cuaca milik NOAA. (nationalgeographic/bambang s)

Paus Pernah Hidup di Padang Pasir

Mesir mungkin bukan tempat pertama dalam daftar bila Anda ingin mencari seekor ikan paus. Namun, tahukah Anda bahwa padang pasir Wadi hitan yang berada di Mesir, dulunya adalah sebuah laut dengan bermacam-macam biota laut?

Seorang ahli geologi bernama Philip D. Gingerich dibanu beberapa anggota tim ekspedisinya membuktikan hal tersebut. Setelah melalui sebuah penggalian yang cukup lama, sebuah fosil Basilosaurus isis dengan panjang 18 meter ditemukan di tengah-tengah padang pasir tersebut.

Basilosaurus merupakan nenek moyang ikan paus yang memiliki bentuk menyerupai ular laut raksasa. Diperkirakan pula bahwa gigi-gigi Basilosaurus yang tajam dan pendek kerap emmangsa ikan hiu dan hewan laut lainnya saat itu.

Berbeda dengan paus sekarang, Basilosaurus tidak memiliki blow hole (lubang di kepala yang digunakan untuk bernafas). Jadi, mamalia laut tersebut harus menaikan kepalanya ke atas permukaan air untuk bernafas. Meskipun begitu, hewan ini memiliki kaki yang merupakan warisan dari nenek moyangnya yang pernah hidup di darat.

Fosil Basilosaurus yag rencananya dikirim ke Michigan, Amerika Serikat untuk diteliti itu diperkirakan telah beruur 40 juta tahun. Menurut Gingerich, pengiriman itu hanya untuk penelitian. Selanjutnya fosil yang memiliki kerangka lengkap tersebut akan dikembalikan ke museum di Mesir. (nationalgeographic/bambang s)

kapal Selam Berbentuk Ikan Hiu

Bila para sutradara Hollywood banyak terinspirasi kisah komik dalam pembuatan film-film mereka, maka bukan tidak mungkin bila komik jugalah yang menginspirasi seorang Fabian Cousteau untuk menciptakan sebuah kapal selam.

Troy, demikian nama kapal selam ciptaan Cousteau itu memang terinspirasi dari salah satu komik Tintin berjudul Harta Karun Rakham Merah. Di salah satu komik karangan Herge tersebut, Tintin bersama anjingnya, Snowy diceritakan mengarungi lautan dengan menggunakan kapal selam berbentuk ikan hiu. “Aku membaca komik itu saat usia tujuh tahun dan sejak itu hal tersebut menjadi sebuah impian besar bagiku untuk mewujudkannya,” ujar Cousteau.

Proyek pembuatan Troy sendiri bertujuan sebagai salah satu sarana untuk mempelajari kehidupan hiu putih. Cousteau yakin, spesies hiu putih yang mampu bertahan sejak 400 juta tahun yang lalu sangat menarik untuk dipelajari. Menurutnya, mahluk yang mampu bertahan selama kurun waktu tersebut adalah spesies yang cerdas dan tangguh.

Memang, dana yang dikeluarkan untuk proyek itu tidaklah sedikit, yatu sekitar US$ 100.000. Meskipun begitu, Cousteau mengaku sangat puas degan hasilnya. “Selama ini manusia mempelajari hiu dengan cara duduk di sebuah sangkar dan membujuk predator itu dengan umpan agar mereka mendekat untuk kemudian dipelajari. Hal itu merupakan tindakan yang tidak wajar,” tukasnya.

Uji coba Troy pn dinilai cukup berhasil, saat ikan hiu melihat Troy, mereka merasa tidak terganggu dan tetap berlaku alami. Walaupun ada beberapa yang bertindak agresif, namun tidak sampai ada yang menyerang Troy.

George Lauder, profesor evolusi biologi dan organisme, Universitas Harvard di Cambridge, Massachusetts memuji gagasan Cousteau dalam penciptaan Troy. “Penciptaan Troy adalah sebuah gagasan cerdas untuk mengamati kehidupan hiu lebih dekat,” ujarnya.

Troy dirancang agar dapat bergerak fleksibel sehingga mampu menjelajahi samudra layaknya seekor ikan hiu. Sayangnya, kapal selam yang memiliki ukuran 4, 3 meter itu baru mampu dirancang untuk menampung satu orang penumpang saja.

Penumpang yang sekaligus bertindak sebagai pengemudi akan berbaring telungkup dengan siku sebagai penopang saat mengamati. Selain itu, penumpang Troy pun dilengkapi dengan pakaian selam lengkap dengan tabung oksigen untuk berjaga-jaga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Cousteau berharap kisah Troy tidak akan berhenti sampai di sini saja. Menurutnya, para ilmuwan yang meneliti kehidupan hiu bisa memanfaatkan Troy untuk melanjutkan pengembangan penelitian mereka. (nationalgeographic/bambang s)

Sensor Pengenal Bau Ala Lobster

Saat pertama kali berjumpa dengan lobster ketika masih menjadi junior sebagai ilmuwan biologi, Jelle Atema sempat tercengang menyaksikan betapa bersahajanya hewan laut bercapit besar itu terhadap sesamanya. “Saya melihat mereka berjumpa satu sama lain sambil mengangkat capit besarnya, seolah saling menyapa. Sayangnya, kemudian mereka bertarung,” ujar pria yang kini telah menjadi profesor di Universitas Boston, Massachusetts itu.

Namun, kini Atema telah mengerti bahwa lobster mampu saling mengenali sesamanya dengan bantuan sepasang antena kecil yang ada di atas kepala mereka. Antena tersebut merupakan alat sensor yang berfungsi untuk mengenali bau lobster lainnya. Layaknya fungsi hidung pada manusia, namun lebih tajam.

Antena yang dilengkapi sensor kimia itu disebut aesthetasc. Cara kerjanya adalah menangkap molekul bau yang muncul di sekitar lobster yang selanjutnya dikirim ke otak untuk diidentifikasi. Dari situ lalu otak memberikan perintah.

Selain berfungsi sebagai indera penciuman, antena tersebut ternyata mampu mengirimkan sinyal pada lobster lain yang ditujukan untuk tantangan bertarung. Hal itu merupakan sebuah cara untuk menentukan dominasi di antara mereka dan siapa yang paling pantas menjadi pelindung di wilayah tersebut. Selain tentunya lobster betina pun lebih tertarik pada lobster jantan yang lebih dominan.

Atema mengatakan, ketika seekor lobster kalah bertarung dari lobster lainnya, maka ia akan lebih banyak menghindar untuk bertemu lagi dengan penakluknya. “Si pecundang tersebut masih mengenali bau penakluknya dan akan berkata ‘oh tidak...saya tahu dia.’ Lalu ia pun lari terbirit-birit,” ujar Atema berkelakar.

Namun sekalipun kalah, lobster pecundang itu tidak akan gentar bila bertemu dengan lobster baru dan belum pernah bertarung dengannya.

Temuan Atema dan rekannya, Meg Johnson yang dilaporkan jurnal Experimental Biology itu disambut gembira oleh Diane Cowan, Presiden Konservasi Lobster Maine. Menurutnya, temuan Atema tentang bagaimana cara lobster berinteraksi dengan sesamanya sangat membantu tujuan organisasi yang dipimpinnya dalam mengembangkan industri budidaya lobster. “Tanpa temuan ini, saya rasa tidak akan ada masa depan bagi industri budidaya lobster,” ujarnya.

Cowan, yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan Atema menyatakan, temuan berharga Atema itu diharapkan akan sangat membantu industri budidaya lobster untuk mengetahui cara memelihara lobster yang tepat. Temuan itu juga sekaligus bisa menghasilkan produk-produk lobster yang sehat dan bermutu tinggi. (nationalgeographic/bambang s)

Rating by outbrain